Entah sejauh mana kita mengenal naskah Tāj al-Salātin (Tajus Salatin). Manuskrip yang pernah mengharumkan negeri ini di seluruh penjuru dunia, menjadi bacaan wajib para sultan dalam memimpin negerinya, seakan ia menjadi persyaratan awal dalam memimpin dan mensejahterakan rakyatnya.
Sebagai karya sastra, kitab ini digolongkan ke dalam buku adab, yaitu buku yang membicarakan masalah etika, sosial-politik dan pemerintahan, baik bersifat teoritis dan praktis. Oleh karena itu, ia dikenal Mahkota Raja-raja. Bukhari al-Jauhari nama pengarangnya, yang bisa diartikan “Bukhari di pandai emas” atau “Bukhari dari Johor” dinisbat kepada salah satu daerah.
Walau tidak dicantum tahun dan tempat penulisan, Roorda van Eijisinga peniliti Belanda pada tahun 1827 berhasil merumuskan kode “rahasia’ yang digunakan oleh si pengarang. Disimpulkan kitab ini selesai ditulis tahun 1012 H (1603 M), di Aceh, sebagai hadiah kepada sultan Alauddin Ri`ayat Syah bergelar Sayyid al-Mukammil (1590-1604 M), kakek Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M).
Pengaruh gemilang Tajus Salatin bertahan berabad-abad. Raffles misalnya, menyatakan dengan tegas bahwa pada pemerintahan zaman sultan Singapura mengacu kepada asas-asas di dalam Tajus Salatin, sementara Abdullah Munsyi, berusaha mengetahui watak gubernur Inggris itu berdasarkan asas-asas ilmu firasat yang ditemukan dalam kitab ini. Pada abad ke-19, adaptasi-adaptasi masih dibaca di kraton Yogyakarta dan Surakarta dalam versi Jawa disebut Serat Tajus Salatin.
Dua abad sebelumnya, usaha penerjemahan sudah dilakukan ke bahasa Belanda (Roorda van Eijisinga, 1827), bahasa Prancis (A. Marre, 1878), dan dikaji dan diterjemah dalam bahasa Inggris (E Winstedt, 1920). Namun di negerinya, naskahnya yang semkin langka, sedangkan perhatian dan kajiannya masih belum terjamah. Kitab ini merupakan satu-satunya karangan Bukhari al-Jauhari yang dijumpai sampai sekarang.
Sejauh ini, belum diperoleh profil lengkap biografinya, hingga naskah sejarah spektakuler, Bustan al-Salatin pun tidak mengukir namanya. Braginsky menegaskan bahwa Tajus Salatin merupakan karangan asli dari seorang cendekiawan Aceh yang berasal dari Bukhara dan tinggal lama di Aceh. Uraian tentang masalah-masalah yang terkandung didalamnya dijelaskan melalui kisah-kisah yang menarik, diambil dari berbagai sumber kitab dan kemudian digubah kembali oleh pengarangnya dalam konteks pada masa itu.
Persoalan yang dikemukakan adalah persoalan-persoalan yang hangat pada waktu itu, yaitu masalah-masalah politik dan pemerintahan. Walaupun kesultanan Aceh sedang mengalami krisis internal, yang menyebabkan Sultan Sayyid al-Mukammil dipaksa turun tahta oleh dua orang anaknya. Sisi lain, era tersebut, Aceh sedang giat meluaskan wilayah kekuasaannya bersama proses Islamisasi, beberapa negeri yang penduduknya belum beragama Islam, seperti Tanah Batak dan Karo, juga ditaklukkan.
Dalam kitabnya, Bukhari al-Jauhari berusaha menjelaskan bagaimana seharusnya raja-raja Melayu yang beragama Islam memimpin sebuah negeri yang penduduknya multi-etnik, multi-agama, multi-ras dan multi-budaya. Bukhari al-Jauhari mengemukakan sistem kenegaraan yang ideal, dan peranan seorang pemimpin (sultan, gubernur, bupati/walikota, camat dan kepala desa) yang adil dan benar. Sedikitnya ada 5 asas landasan seorang pimpinan atau syarat memilih pemimpin negeri dan daerahnya;
Kedua, Fahm, artinya mengerti dan tanggap, yaitu tanggap dan mengerti kebutuhan rakyat, pemimpin memiliki pemahaman dan konsep yang benar terhadap berbagai kebutuhan rakyatnya, bukan mendahulukan keinginan pribadi dan kelompoknya. Ia mengerti kebutuhan yang berbeda disetiap daerah dan wilayah, dan mampu mengakomodasinya.
Ketiga, Fikr; yaitu idealis, tajam pikiran dan luas wawasannya; seorang pemimpin tidak terbuai dengan kekayaan dan fasilitas negara, namun ia mencurahkan segala upaya dan usaha memikirkan rakyatnya. Saydina Umar r.a menjadi contoh baik seorang pemimpin yang melayani rakyatnya tanpa dibatasi jam kerja. Ide-ide brilian menjadi pendukung utama dalam membangun negeri, termasuk anggota legislatif dan para pimpinan SKPA di seluruh lini. Keempat, Iradat; yaitu visi misi, prospek dan target.
Bersambung...
Note: Artikel telah dipublis di Serambinews Tgl. 19 Juni 2011.


0 comments:
Post a Comment