Sunday, June 30, 2013

Mendengar pengarahan tutor dari Jepang saat restorasi naskah
tahun 2011 di Museum Aceh
Di Sumatera, khususnya Aceh dan Sumatera Barat merupakan wilayah penting tempat asal (sumber) naskah kuno di wilayah Melayu-Nusantara dan Indonesia.

Di wilayah ini banyak ditemukan skriptorium sebagai pusat kecendekiaan orang-orang Sumatera ratusan tahun yang lalu. Naskah yang ditulis di Aceh juga banyak ditemukan di Sumatera Barat. Selain sudah banyak yang sudah menyeberang ke berbagai penjuru dunia, ribuan naskah kuno masih tersebar di tangan masyarakat di Pulau Andalas ini. Selain itu, dalam jumlah yang jauh lebih kecil naskah kuno di wilayah tersebut juga tersimpan di berbagai perpustakaan dan museum di masing-masing provinsi.

Sebagai warisan budaya tertulis, naskah-naskah kuno merupakan khazanah budaya yang penting baik secara akademis maupun sosial budaya. Secara akademis melalui naskah-naskah itu dapat diungkap nilai-nilai yang relevan dengan kehidupan sekarang, serta pengembangan keilmuan kekinian. Secara sosial budaya, naskah-naskah itu merupakan identitas, kebanggaan dan warisan yang berharga. Naskah merupakan hasil kegiatan intelektual dalam masyarakat tradisional bertaraf international genius.

Sayangnya, kondisi ribuan naskah kuno yang masih tersebar di tangan masyarakat itu sudah banyak yang rusak atau mendekati kerusakan. Banyak faktor yang menyebabkan kerusakan itu terjadi, terutama faktor sikap pemilik naskah, umur naskah, cuaca dan bencana alam. Faktor lain yang juga sangat mengancam keberadaan naskah-naskah kuno itu adalah adanya praktik perdagangan naskah.

Ribuan naskah kuno yang mengandung teks yang beragam, seperti keagamaan, kesejarahan, kesenian, kesusasteraan, politik, hukum, adat istiadat, folklor, dan hikayat. Kondisi tersebut diperparah dengan kebiasaan para peneliti naskah kuno di Indonesia yang sampai saat ini masih banyak yang lebih mementingkan kajian teks atau isinya. Persoalan yang berkaitan dengan preservasi dan konservasi naskah kuno lebih sering terabaikan. Padahal pelestarian fisik sama pentingnya dengan kajian kandungan isi teks naskah.

Restorasi Naskah Kuno dari Jepang untuk Aceh

Read More

Friday, June 28, 2013


Teks Naskah Gempa yang disalin di Aceh Besar 1906
 yang menunjukkan gempa di pantai Barat Aceh
berdampak hingga Aceh Besar
Banda Aceh – International Centre for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS) kembali mengadakan diskusi publik dengan tema menarik, “Gempa: Dialog Sains dan Agama” di Ruang seminar ICAIOS Darussalam, Kamis (27/6/2013).

Diskusi ini menghadirkan Hermansyah MTh MA Hum, filolog muda dan dosen Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry beserta Dr Jamie Mc Caughey dari Earth Observatory Singapore (EOS)-Nanyang Technology University (NTU) Singapura. EOS merupakan lembaga riset yang fokus pada bencana dan perubahan iklim dan dampak keduanya terhadap kehidupan sosial, budaya, dan politik di Asia Tenggara.

Dalam paparannya, Hermansyah menjelaskan, tidak kurang dari 20 teks naskah tabir gempa yang telah teridentifikasi di seluruh koleksi, baik yang ada di Aceh maupun di luar negeri. Ada persamaan dan perbedaan di antara varian teks,” terangnya seperti dalam rilis yang diterima WartAceh.com.

Hermansyah menambahkan bahwa kesamaan struktur teks yang disalin dalam rentang waktu yang berbeda, antara abad ke-17 hingga ke-21 masehi merupakan salah satu ciri tradisi transfer knowledge di masyarakat setiap generasi. Pengalaman masyarakat Aceh tentang gempa sejak dahulu menciptakan sebuah persepsi dan keyakinan tertentu tentang fenomena alam tersebut.

Dari sudut pandang teologis, gempa dipandang sebagai sebuah cobaan bahkan teguran dari Maha Pemberi Peringatan. “Gempa 9.2 Skala Richter pada tahun 2004 memberikan gambaran yang jelas dimana masyarakat memandangannya sebagai sebuah teguran terhadap sikap umat muslim Aceh yang semakin menjauh dari ajaran agama,” kata Hermansyah.

Gempa dalam Perspektif Agama dan Sains

Read More

Monday, June 24, 2013


Lembaga mufti kerajaan Aceh merupakan sistem struktural keagamaan yang diadopsi dari Haramain yang dipimpin oleh ulama kharismatik dikenal Syaikhul Islam. Walaupun memiliki tugas, peran dan fungsi di bidang keagamaan, akan tetapi posisi mereka jauh lebih besar dalam aplikasinya, sehingga merambah ke ranah politik, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya. Posisi strategis tersebut mampu merekonstruksi pemikiran masyarakat dan kesultanan setiap periodenya melalui karya-karya tulis mereka (manuskrip), yang terkadang dianggap sebagai politik keagamaan.
Lembaga tersebut semakin menunjukkan eksistensi periode Sultan Iskandar Muda, Syamsuddin al-Sumatra’i (w. 1630 M), dan semakin berkuasa saat dipimpin oleh Nuruddin ar-Raniry dengan "wewenang fatwanya" yang kontroversi, dan kembali harmonis saat dialihkan kepada Syekh Saifurrijal dan Syekh Abdurrauf al-Fansuri periode para Sultanah.
Lembaga mufti kerajaan dan Syaikhul Islam khususnya semakin memudar pasca Abdurrauf al-Fansuri (w.1693 M). Walaupun lembaga tersebut masih bertahan dari arus politik dan kekuasaan saat itu. Namun, tokoh-tokoh penting seperti Faiz al-Bahgdady dan Syekh Saifurrijal lawan debat versus Nuruddin ar-Raniry pun tak pernah muncul dalam kajian keilmuan. Padahal karya tulis ulama seperti Jalaluddin at-Tursani, Jamaluddin bin Kamaluddin, Baba Daud Rumi, Muhammad Khatib Langgien menunjukkan eksistensi mereka di lembaga mufti kerajaan sebagai keberlangsungan perkembangan keilmuan dan keagamaan di Aceh.

Artikel ini merupakan cuplikan dari tulisan di Seminar Internasional ICAIOS, 8-10 Juni 2013 di Lhokseumawe. 


Eksistensi Mufti Kesultanan Aceh Dalam Manuskrip

Read More

Friday, June 14, 2013

Ilustrasi Naskah
Nama Syekh Faiz al-Baghdadi ditemui di dalam kolofon naskah tarekat Syattariyah koleksi Zawiyah Tanoh Abee Seulimum Aceh Besar. Di dalam teks tersebut terungkap bahwa "Shaykhinā wa-mawlānā wa-habībīnā wa-shāfī’inā wa-bashīrinā wa-Syaikh al-kabīr al-muftī bilād al-Asyī fī zamān al-Sultān al-‘azīm Iskandar Muda, Syaikh Fā’iz isman, Tanoh Abee baladan al-Syāfi’ī mazhaban al-‘Asy’arī i’tiqādan al-Fairūsī nasaban al-Baghdādī ashlan", menjadi begitu penting untuk mengungkapkan biografi ulama tersebut.
Tentunya, Tanoh Abee dengan kekayaan naskah kuno yang dimilikinya masih jutaan informasi penting bagi Aceh dan dunia. Tidak hanya di bidang keagamaan, tetapi juga kearifan masyarakat, sosial budaya, politik, pemerintahan, ekonomi, perang Aceh, pertanian, pangan, dan sebagainya.

Syeikh Faiz Al-Baghdadi; Mufti Kerajaan Aceh Darussalam yang dilupakan

Read More

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top