Wednesday, November 27, 2013

"Pasang Surut" Ilmu Faraid

Teks Naskah Ilmu Warisan (Faraid)
Ilmu Waris atau Mawaris sebenarnya sudah menjadi wajib diketahui oleh setiap individu muslim, sebab pembagiannya merupakan ketentuan dari Allah sebagaimana yang telah ditentukan dalam Al-Qur'an (QS An-Nisa': 11).

Anjuran untuk mempelajarinya juga sudah ditegaskan oleh Rasulullah akan hal ini, karena jika tidak ada orang yang mempelajari ilmu faraid atau waris ini, maka telah terjadi kecurangan dan ketidakadilan.

Sepanjang perkembanagan ilmu waris sejak diimplementasikan Rasulullah di periodenya hinga saat ini, maka telah muncul tehnik-tehnik atau tatacara penghitungan warisan yang lebih simpel dan praktis hingga saat ini.

Lahirnya metode penghitungan warisan melalui program-program modern dianggap salah satu kemajuan tersendiri dalam ilmu ini, walaupun persoalan lain belum teratasi sepenuhnya, seperti pengetahuan masyarakat untuk membagikan warisannya sesuai ketentuan fiqih (agama). Mempelajari ilmu faraid (ilmu mawaris) memang hukumnya fardhu kifayah, artinya kalau dalam segolongan umat sudah ada orang yang mengerti dan memahami ilmu faraid (ilmu mawaris), yang lain dari kelompok itu tidak lagi diwajibkan mempelajarinya. Sebaliknya, apabila dalam segolongan umat sama sekali tidak ada yang mengerti ilmu faraid (ilmu mawaris), maka segolongan umat itu berdosa.

Dalam perkembangan ilmu ini, beberapa naskah klasik (manuskrip) juga pernah membuat format untuk penghitungan dan penghapalan ilmu waris supaya lebih efisien dan mudah. Manuskrip di Aceh banyak menyebutkan tentang warisan, penulisan warisan ini tentu dapat diasumsikan oleh beberapa sebab, diantaranya pembelajaran, pengenalan ilmu waris, hingga juga disebutkan warisan dari seseorang yang sengaja ditulis untuk dibacakan ketika ia meninggal, biasanya ini untuk menghindari perselisihan di kemudian hari.

Hadirnya ilmu waris ini sebagai penegak terhadap hak-hak mereka yang tertindas, terzalimi, ataupun memberantas monopoli dari salah satu di antara para ahli waris, problema ranah keluarga ini menjadi sangat sensitif karena dapat menimbulkan perpecahan dalam keluarga, baik langsung ataupun tidak langsung. Selain itu juga dapat berbahaya pada seseorang, jika ia mengambil hak waris orang lain, itu sama dengan mencuri atau memakan yang bukan haknya.

Oleh karena itu, pemerintah yang berkompoten dan yang berada dalam ranah ini harus mensosialisikan dan mengembangkan ilmu waris ini di masyarakat, setidaknya setiap satu desa memiliki satu orang yang paham dalam bidang ini, baik teungku, imum mesjid, alim ulama, atau para intelektual, sehingga masyarakat dan setiap orang dapat bertanya kepada ahlinya dan terhindar dari pertikaian antar keluarga yang akan berdampak lebih besar terhadap ukhuwah islamiyah.


0 comments:

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top