Tuesday, August 21, 2012

Beberapa pekan belakangan ini kasus Lamuri pesisir Krueng Raya masih hangat dibicarakan, khususnya di level para sejarawan, budayawan dan intelektual, pejabat, dan investor. Ada dua versi, satu kelompok yang mejadi pejuang ingin menyelamatkan warisan situs sejarah yang terpendam di dalamnya. Sedangkan pihak yang berbeda menjanjikan pengembangan bisnis lahan sebagai modal investasi, tepatnya menjadi lapangan golf.

Lamuri, Lamreh, atau Lambri, dan apapun namanya yang berada di wilayah pesisir pantai timur Aceh Besar tersebut memang menyimpan ragam misteri dan sejarah. Oleh sebagian ilmuwan menyebut bahwa wilayah Lamuri lenyap akibat gempa dan tsunami yang menghantam pada abad ke-14 M. Ciri-ciri itu diperoleh dari endapan pasir di sepanjang pantai tersebut dan karang dasar laut di atas bukit Lamreh. Bencana tersebut membuat masyarakat setempat migrasi secara besar-besaran ke wilayah Koetaradja (Banda Aceh) dan sekitarnya.

Sebelum sejarawan dan arkeolog tuntas menunaikan kewajibannya untuk meneliti yang tersimpan di Lamuri, akhirnya wilayah tersebut tergadaikan untuk pembebasan kawasan lapangan golf, yaitu tepat di wilayah peninggalan Kerajaan Lamuri. Sebuah kesultanan Islam yang diduga eksis sebelum lahirnya Kesultanan Aceh Darussalam. Saat kekuasaan dibawah kendali Kesultanan Aceh, Lamuri pun dijadikan sebagai basis pertahanan karena telah memiliki peradaban dan kekuatan militer yang maksimal, khususnya di bidang perairan dan kelautan.

"Jasmerah" Lamuri

Read More

Wednesday, August 01, 2012


Kitab terkenal karangan Nūr al-Dīn al-Rānirī berjudul Bustān al-Salāṭīn fi Dhikr al-Awwalin wa al-Akhirin di bidang sejarah yang terdiri dari 7 bab. Di bidang fiqh berjudul Ṣirāt al-Mustaqīm, yang menjadi kitab panduan di wilayah Melayu-Nusantara. Kedua kitab tersebut di atas kemungkinan besar mulai ditulis sebelum ia hadir di Aceh tahun 1637 M, walaupun dalam Bustān al-Salāṭīn ia menyebut atas permintaan Sultan Iskandar Thānī (w.1640). 
Sedangkan di bidang Hadīth, karyanya berjudul Hidāyat al-Ḥabīb fī al-Targhīb wa-al-Tarhīb. Shaghir menyebutnya; al-Fawāid al-Bahīyah fī al-Aḥādīth al-Nabawīyah, menurutnya, Nūr al-Dīn al-Rānirī menulisnya saat ia masih di Pahang. Selain di bidang yang tersebut di atas, sebagian besar hasil karyanya di bidang ketauhidan dan tasawuf, khususnya pertentangan terhadap doktrin Wujūdīyah, di antaranya:

Mengenal Kembali Karya-karya Nuruddin al-Raniri

Read More

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top