Thursday, July 26, 2012



SULTAN MANSUR SYAH

Hijrah Nabi Sallallahu 'Alaihi Wasalam, Selasa wasab'ina wa-mi'atani ba'da al-alif wa fi hijrah al-'ula itsna wa-'isyrina bi-syahri dhulhijjah yaum al-Jum'at ba'da al-shalat [bertepatan dengan Jum'at, 22 September 1854 Mfi zaman sultan 'Ala al-Din Mansur Syah ibn Sultan al-Marhum Jauhar al-Alam Syah Johan berdaulat zillullah fi al-alam. 
Bahwa pada ketika itu pada menyatakan Leubee Prang anak Leube Qasim perbuat sepucuk surat Tapak Tangan ini memberi surah [keterangan] kepada Po Tu Husain anak Tu Adam menyatakan kenyataan pasal kematian Po Tu Wan saudara Imam Syarif anak Teuku Leubee Mukmin. Maka bahwa sungguhnya akan pasal belanja kematian Po Tu Wan itu dengan hukum Dauli yang pertuan menyuruh beri kepada Po Tu Husain, sehingga jua dari permulaan sampai kesudahan harinya adalah kira-kira hisabnya keluar belanja itu banyaknya dua ratus lima puluh riyal, pada Po Tu Husain dengan Po Abdul Karim adanya. 
Kemudian dari itu maka Dauli yang dipertuan menyuruh ganti pembayar harta Po Tu Husain dengan Po Abdul Karim pada Leubee Prang akan bayarannya yang harta Po Tu Husain, pertama Huma bak Tring satu yak, dan Huma bak badar tiga Keping, dan Huma teluk Da Maimunah dua keping, dan yang akan harta Po Abdul Karim Huma Jok akan pembayarnya yaitu Huma bak Me satu yak, dan Huma pada Po Tu Hitam dua keping.
Demikian adanya maka dengan sebab itulah jadi Dauli yang dipertuan menyuruh perbuat pada Leubee Prang sepucuk surat tapak tangan ini, beri taruh kepada Po Tu Husain menjadi akan kenyataan tanda sah Huma yang tersebut ini milik Po Tu Husain, dan Po Abdul Karim supaya menolakkan dakwa dakwi pada hari yang kemudian dengan segala sanak saudaranya Imam muhammad Syarif.
Adalah tatkala diperbuat surat ini dihadapan Dauli yang dipertuan dan hulu balang Teuku nibak Raja Seutia Muda dan segala saksi yang ada menurunkan Khat tanda tangannya pada akhir syatar ini hal. ialah wa-katibuhu wa-syahiduhu 'ala dhalika Geuchik Abdul Jamal. Intaha al-kalam. []


Sarakata Sultan Mansursyah "Antara Hutang dan Warisan"

Read More

Friday, July 20, 2012

Naskah Puasa Ramadhan

Naskah puasa Ramadhan "Syahdan, Apabila kelihatanlah bulan pada suatu negeri, maka lazimlah puasa isi negeri itu dan isi negeri yang muwafaqah [=mufakat] tempat terbit matahari mereka itu, dengan terbit matahari dari karena melihat bulan itu berlainan, sebab berlain-lainan tempat yang melihat dan kedudukan negeri. Dan jika tiada muwafakat tempat terbit matahari dua negeri itu maka tiadalah wajib isi negeri yang kedua"
Semenanjung Arab adalah bentang daratan beralam kejam di siang hari. Tandus dan kering. Namun di malam hari. Arab adalah "surga" bagi para astronom. Langit Arab di malam hari, selalu indah.
Seperti China, sebagai bangsa dan peradaban tua, sastrawan Arab banyak menyanjung langit di malam hari. Malam adalah inspirasi keindahan, sedangkan siang diibaratkan "kekerasan."
Tak mengherankan jika khasanah intelektual dunia soal astronomi banyak lahir di tanah Arab. Gugusan bintang-bintang banyak lahir dari istilah Arab awal. Rasi bintang Orion awalnya dikenal dengan Al-Jabbar, Taurus (Ath-Thawr), Canis Major (Al-Kalb Al-Akbar), Canis Minor (Al-Kalb Al-Asghar), Leo (Al-Asad), Gemini (At-Tawa'man), Scorpius (Al-'Aqrab), dan beberapa lainnya.
Inilah yang menjelaskan, kenapa di banyak negara-negara Islam di Semenanjung Arab, seperti Mesir, Syira, atau Yaman dalam memutuskan 1 Ramadan, selalu merujuk ke Arab. Ke Tanah Haram, Mekkah.
Bahkan Malaysia dan Jepang, yang jauh di tenggara Asia, pun senantiasa berkiblat pada penentuan 1 Ramadan atau Syawal di Mekkah. Langit Mekkah dan Jeddah, selalu lebih terang. Rasi bintang di malam hari selalu terlihat lebih jelas.

Naskah Ramadhan dan Toleransi Perbedaan Itsbat

Read More

Thursday, July 12, 2012

Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Indonesia atau PNRI yang berada di Salemba Jakarta menyimpan sepuluh ribuan naskah tulisan tangan (manuskrip) dari berbagai daerah, sebagiannya berasal dari Aceh, baik yang berbahasa Melayu (Jawi) dan berbahasa Aceh. Harta karun Aceh ini masih bersemanyam di lantai 5 Perpusnas Jakarta, bersama dengan naskah-naskah lainnya. Koleksi PNRI ini terdiri dari dua bagian besar, ialah koleksi berupa buku terjilid yang disimpan dalam bebarisan rak besi, diurut sesuai nama subkoleski, dan koleksi "non-buku" yang tersimpan dalam peti yang dulu disebut trommel, tapi sekarang dalam kota karton atau laci kabinet.

Mayoritas naskah Melayu pada koleksi Bataviaasch Genootschap terdapat dalam tiga koleksi tertutup (Br, Cs, W) dan satu koleksi terbuka. Naskah Melayu diberi kode ML dalam katalo T.E Behrend, dan awalnya berjumlah 594 buah, yang dinomori 1 s/d 542. Apabila ada naskah berbahasa Melayu dan aksara Arab-Jawi yang diperoleh PNRI, akan didolongkan dalam kategori NB (Naskah Baru). Lagi-lagi Bataviaasch Genootschap menggolongkan naskah tersebut menjadi dua kelompok, yakni open collecties (koleksi terbuka) dan gesloten collecties (koleksi tertutup). Koleksi terbuka masih ditambahkan naskah perolehan baru, sedangkan yang tertutup sudah dianggap genap, biasanya karena kekhasan identitas koleksi tersebut.

Sedangkan naskah Aceh tergabung dalam koleksi Aneka Bahasa  Nusantara, yaitu subkoleksi Verschillende Talen  (VT). Ada sekitar 448 buah naskah dalam 47 bahasa. Sedangkan bahasa Aceh sekitar 73 naskah, dan bahasa Belanda yang membahas Aceh sekitar 15 naskah. Puluhan naskah yang berbahasa Aceh tersebut meliputi berbagai bidang ilmu, dan mengandung berbagai pengetahuan dan informasi, misalnya naskah Hikayat balukia, Hikayat Cahya Manikam, Hikayat Malem Diwa, Hikayat Bakawali, Malem Dagang, Moesang Meujanggot, Hikayat Mekah-Madinah, Hikayat Prang Sabi, Hikayat Prang Coempani, dan sebagainya.

Harta Karun Aceh di Perpustakaan Nasional Indonesia

Read More

Saturday, July 07, 2012

Tak perlu diragukan lagi, bahwa Aceh telah mewariskan berbagai khazanah intelektual untuk bangsa dan dunia ini, termasuk Mushaf al-Qur'an. Dan, kini telah menyebar (tersimpan) di berbagai lembaga di dalam maupun luar negeri. Semoga karakteristik mushaf al-Qur'an dari Aceh dapat terus dipelihara, -juga tentunya- dikembangkan dalam berbagai keilmuan.

Hingga saat ini, ada beberapa lembaga di dalam dan luar negeri yang menyimpan naskah mushaf al-Qur'an Aceh, di antaranya:
  1. Museum Negeri Aceh mengoleksi sebanyak 46 Al-Qur'an Aceh.
  2. Yayasan Pendidikan Ali Hasjmy mengoleksi 20 Al-Qur'an
  3. Zawiyah Tanoh Abee mengoleksi 27 buah Al-Qur'an, belum termasuk koleksi pribadi Abu.
  4. Tarmizi A Hamid, Banda Aceh 8 naskah Al-Qur'an Aceh.
  5. Syahrial Lingom Indrapuri Aceh Besar, mengoleksi 3 naskah Al-Qur'an 
  6. Saiful Bahri, Lingom Samahani Aceh Besar, menyimpan 5 naskah Al-Qur'an
  7. Jauhari, Lam Alue, Aceh Besar, menyimpan 6 naskah al-Qur'an
  8. Khairani, Simpang, Kec Gulumpang Minyeuk, Pidie, menyimpan 1 naskah
  9. Syik Jah Cot Baroh, Pidie, menyimpan 1 naskah Al-Qur'an
  10. Perpustakaan Nasional RI mengoleksi 7 buah Al-Qur'an Aceh. 
  11. Dayah Awee Geutah, Aceh Utara ?
Naskah al-Qur'an Aceh Koleksi di Luar Negeri

Mushaf Al-Qur'an Aceh di Dunia

Read More

Thursday, July 05, 2012


Syukur Alhamdulillah kepada Allah Yang Maha Esa, dengan berkah dan karunia-Nya, buku ini hadir di tangan masyarakat. Penerbitan buku-buku bersumber agama memang harus terus digalakkan di Aceh, terutama dalam penguatan syariat Islam dan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap pengetahuan, keyakinan dan pengamalannya.

Syari’at Islam sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh bersosial dan berbudaya. Ini terkait dengan sejarah Islamisasi dan tradisi (adat istiadat) yang meresap ke dalam masyarakat Aceh. Walaupun sejarah dan kebudayaan Aceh berlandaskan Islam, pasang surut dalam implementasi menerapkan nilai-nilali Islam dalam kesehariannya, ini tidak dapat dipisahkan dari pengaruh ekonomi, politik dan kenegaraan.

Termasuk di antaranya paham, ajaran dan aliran sesat yang mewabah di Aceh. Bahkan terjadi berulang-ulang pada saat penegakan syariat Islam digalakkan, terutama pasca reintegrasi dan rekonstruksi gempa tsunami. Hal tersebut memunculkan berbagai pertanyaan, apakah tradisi keilmuan dan pengetahuan Islam di Aceh mengalami stagnasi, bagaimana paham atau aliran merasuk dalam segelintir masyarakat Aceh, bagaimana perkembangan kelompok-kelompok sesat bertahan di negeri Syari’at.

Buku "Aliran Sesat di Aceh; Dulu dan Sekarang"

Read More


Manuskrip Tibyan fi Ma'rifat al-Adyan di Aceh
Beberapa minggu belakangan ini, masyarakat Islam Aceh terusik dengan semaraknya berbagai aliran sesat di masyarakat, bahkan aliran-aliran tersebut memiliki pengikut yang tidak sedikit, sepertinya para tokoh agama dan pemerintah kecolongan terhadap berbagai kasus pendangkalan akidah. Walau ini bukan kali pertama yang terjadi di Aceh pasca perdamaian dan gempa tsunami.

Masih segar di ingatan kita, menjadi sorotan tajam pendangkalan akidah yang terjadi di Aceh Barat terhadap masyarakat di wilayah ini, misi pengkafiran dilakukan dengan berbagai metode dan cara, salah satunya dengan subsidi dana dari pihak tertentu (ekonomi). (baca: Serambi, bulan Sept-Okt 2010), atau kasus terbaru di wilayah Bireuen dan sekitarnya, sebagaimana pernyataan Wakil Gubernur Aceh (Serambi, 6 April 2011).

Sebenarnya, aliran sesat di Aceh bukan fenomena baru, setidaknya jika merunut melalui sejarah dari kesultanan Aceh hingga pra kemerdekaan Indonesia. Berbagai aliran sesat dan pencegahannya baik secara represif maupun demokratis dalam beberapa periode, dan didukung peran kerajaan Aceh baik langsung maupun tidak dalam penuntasan berbagai problema aliran keagamaan.

Tibyan: Fatwa Aliran Sesat di Aceh

Read More

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top