Tuesday, May 25, 2010

Sebuah kitab turats (klasik) dinilai bagus jika kitab tersebut memiliki validitas yang tinggi terhadap manuskrip aslinya. Dalam pengantar kitab, biasanya disebut nama muhaqiq dan manuskrip yang dijadikan rujukan dalam proses tahqiq. Dan jangan heran jika banyak kitab yang merujuk manuskrip yang berada di perpustakaan Barat.

Sebagai contoh, kitab Al-Adzkar, karya Imam Nawawi yang diterbitkan oleh Dar Al Minhaj Beirut (2005), merujuk manuskrip yang ditulis oleh murid Imam Nawawi, Ibnu Al Atthar, yang tersimpan di perpustakaan Alfred Chester Beatty, Dublin, Irlandia. Juga kitab Fawa’id fi Naqd Al Asanid, karya Hafidz As Shuri yang diterbitkan Dar Al Kutub Al Arabi Beirut (1987) merujuk manuskrip yang berada di Perpustakaan Museum Inggris di London. Begitu pula Majmu’ah Al Fatawa Ibnu Taimiyah yang diterbitkan Dar Al Wafa’ Mesir, pada tahun 2002, merujuk kepada manuskrip perpustaakaan Alfred Chester Baetty Irlandia.

Bukan hal yang aneh, karena ratusan ribu manuskrip telah “diboyong” ke Barat, tatkala mereka menjajah negeri-negeri muslim. Koran Sarq Al Ausath (14/3/2004) menyebutkan bahwa ada 15.000 manuskrip Arab yang berada di Perpustakaan Museum Inggris. Prof. Dr. Muhammad Isa As Shalihiyah dalam bukunya Taghrib Turats Al Arabi baina Ad Diblumasiyah wa At Tijarah (Pembaratan Karya Klasik Arab, antara Diplomasi dan Perdagangan) menyatakan, “Lebih dari 30 dari 72 ruangan yang berada di Museum Inggris berisi peninggalan Mesir yang dicuri, begitu juga di Perancis, walau tidak sebanyak itu”.

Manuskrip Islam Dalam Genggaman Barat

Read More

Sunday, May 23, 2010

1. Pengantar
Produk budaya Nusantara dalam bentuk tradisi tulis yang disebut naskah (manuscript) tersebar luas di beberapa daerah di Indonesia dan menjadi kekayaan bangsa. Naskah ini ditulis dengan aksara dalam bahasa daerah dan sudah berkembang kurang lebih 1,5 milenium, termasuk di dalamnya prasasti, sedangkan tradisi tulis dalam bentuk naskah berusia seribu tahun lebih. Sebagian besar naskah-naskah itu saat ini tersimpan dalam koleksi publik yang jumlahnya mencapai puluhan ribu dan jumlah itu di luar jumlah naskah yang menjadi koleksi pribadi.

Dari sekitar 726 bahasa di Indonesia ada kurang lebih 13 bahasa yang mempunyai sistem tulisan dan meninggalkannya dalam bentuk naskah tertulis. Ketiga belas bahasa itu adalah (1)Aceh, (2) Batak, (3) Melayu, (4) Minangkabau, (5) Bahasa-bahasa Melayu di Sumatra Tengah dan Selatan, (6) Sunda, (7) Jawa, (8) Madura, (9) Bali, (10) Bugis, (11) Sasak, (12) Makassar, (13) Buton.

Khazanah naskah tertulis yang menjadi peninggalan masyarakat Riau adalah Melayu yang ditulis dalam aksara Jawi (Arab gundul) dalam bahasa Melayu. Naskah Melayu ini tidak hanya ada di daerah Riau, tetapi penyebarannya sangat luas di beberapa daerah di Indonensia, seperti (1) Aceh, (2) Minangkabau, (3) Riau, (4) Siak, (5) Bengkulu, (6) Sambas, (7) Kutai, (8) Ternate, (9) Ambon, (10) Bima (11) Palembang, dan (12) Banjarmasin. Naskah-naskah tersebut saat ini disimpan di lembaga-lembaga di dalam dan luar negeri. Di Indonesia naskah-naskah itu disimpan di museum daerah, Perpustakaan Nasional, yayasan-yayasan, pesantren, masjid, dan keluarga-keluarga atau pemilik naskah.

Program Pengembangan Pernaskahan Melayu

Read More

Tidak pelak lagi bahwa, sebagaimana terjadi pada penyebaran agama Hindu di Jawa dan hindunisasi kebudayaan Jawa, sastra memainkan peranan penting dalam proses islamisasi dan pribumisasi kebudayaan Islam. Sastra bukan saja sekedar media ekspresi, tetapi berperan pula sebagai penyampai pesan-pesan keagamaan dan sekaligus berperan sebagai wacana intelektual. Tidak mengherankan, sebagaimana pada zaman Hindu dan kebudayaan Timur lain, apabila hampir semua risalah keagamaan dan intelektual ditulis dalam bentuk karya sastra, atau menyerupai karya sastra, baik prosa maupun puisi, atau campuran keduanya.

Zaman Peralihan ini membentang dari abad ke-14 hingga abad ke-16 M, yaitu sejak berkembangnya kerajaan Perlak dan kerajaan Pasai menjadi pusat kegiatan intelektual Islam pada abad ke-14 M hingga munculnya Malaka, Demak dan Aceh Darussalam pada abad ke-15 dan 16 M. Pada masa inilah proses islamisasi budaya lokal berlangsung dengan derasnya hingga mencapai bentuknya yang muktamad. Sejalan dengan itu terjadi pula proses pribumisasi kebudayaan Islam. Sejumlah besar hikayat dan kitab-kitab Arab Parsi diterjemahkan, disadur dan digubah kembali dengan meletakkannya dalam konteks dan realitas Nusantara. Ini dilakukan agar kebudayaan Islam tidak asing bagi masyarakat Nusantara yang berbondong-bondong memeluk agama Islam. Dengan demikian pula Islam dapat dijadikan cermin dan rujukan untuk memandang, memahami dan menafsirkan realitas kehidupan. Pribumisasi kebudayaan Islam dilakukan dengan menyadur dan menggubah kembali hikayat-hikayat Arab dan Parsi dalam jumlah besar, mula-mula dalam bahasa Melayu dan kemudian dalam bahasa Nusantara lain seperti Aceh, Bugis, Jawa, Sunda, Madura dan lain-lain.

Hikayat-hikayat Zaman Peralihan Dalam Naskah Kuno

Read More

Thursday, May 20, 2010

Agama Islam telah muncul di kepulauan Nusantara sekitar abad ke-8 dan 9 M dibawa oleh para pedagang Arab dan Parsi. Namun baru pada abad ke-13 M, bersamaan dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai (1272-1450 M), agama ini mulai berkembang dan tersebar luas. Di kerajaan Islam besar tertua inilah peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan mekar. Sebagai kota dagang yang makmur dan pusat kegiatan keagamaan yang utama di kepulauan Nusantara, Pasai bukan saja menjadi tumpuan perhatian para pedagang Arab dan Parsi. Tetapi juga menarik perhatian para ulama dan cendekiawan dari negeri Arab dan Parsi untuk datang ke kota ini dengan tujuan menyebarkan agama dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam kitab Rihlah (Paris 1893:230), Ibn Batutah yang mengunjungi Sumatra pada tahun 1336 M, memberitakan bahwa raja dan bangsawan Pasai sering mengundang para ulama dan cerdik pandai dari Arab dan Parsi untuk membincangkan berbagai perkara agama dan ilmu-ilmu agama di istananya. Karena mendapat sambutan hangat itulah mereka senang tinggal di Pasai dan membuka lembaga pendidikan yang memungkinkan pengajaran Islam dan ilmu agama berkembang.

Ilmu-ilmu yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam antara lain ialah: (1) Dasar-dasar Ajaran Islam; (2) Hukum Islam; (3) Ilmu Kalam atau teologi; (4) Ilmu Tasawuf; (5) Ilmu Tafsir dan Hadis; (6) Aneka ilmu pengetahuan lain yang penting bagi penyebaran agama Islam seperti ilmu hisab, mantiq (logika), nahu (tatabahasa Arab), astronomi, ilmu ketabiban, tarikh dan lain-lain. Selain ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum, yang diajarkan di lembaga pendidikan Islam pada masa itu ialah kesusastraan Arab dan Parsi (Ismail Hamid 1983:2)

Sejarah Intelektual Islam di Nusantara Sastra Melayu Abad ke 14-19 M

Read More

Wednesday, May 19, 2010

LONDON - Dia dari Leeds. Dia menutup diri dari masyarakat sendiri. Teman-temannya meyakinkan dia untuk datang dan melihat pameran. Dia datang, melihat alat yang telah kami bentuk ulang, dia membaca buku itu selama sekitar dua jam.

Pada akhirnya ia menemukan sebuah kursi di aula dan berdiri di atas kursi itu dan berkata. “Akhirnya saya ada sesuatu yang bisa aku banggakan.” Akhirnya anak itu berkata, “Sekarang saya merasa saya menjadi manusia!” katanya. Bagi banyak orang buku ini hanya buku biasa, tetapi bagi banyak anak muda Muslim ini adalah identitas baru yang bisa mereka banggakan."

Profesor Salim al-Hassani dari Yayasan Sains, Teknologi dan peradaban (Foundation of Science, Technology and Civilization - FSTC) sedang menceritakan tentang anak muda Pakistan yang lahir dan dididik di Inggris Raya dan telah menderita perasaan keterbelakangan, kebencian pada diri sendiri, sebuah krisis identitas dan tersesat diantara kelompoknya. Buku yang menolongnya dari anggapan ketidakberartian yang dirasakannya ini diberi judul "1001 penemuan: Warisan Muslim di Dunia Kami." Buku itu tidak ditulis untuk membantu anak muda Muslim yang putus asa. Sebaliknya, ini dilakukan sebagai bagian dari proyek FSTC pada sejarah ilmu yang mencoba untuk memberi cahaya pada "zaman kegelapan" sejarah ilmiah Barat.

Ilmuwan Inggris Ungkap Rahasia Islam Dalam Manuskrip Kuno

Read More

Sejak abad pertama Hijriyah, sahabat Nabi saw sudah melakukan penelitian terhadap naskah al-Qur'an sebelum dikodifikasikan. Para ulama hadits juga menetapkan sistem hak cipta buku, catatan kehadiran siswa, tata cara penulisan teks, metode periwayatan, sistem perbandingan antar teks dan banyak lagi.

Ini mengharuskan para perawi dan pencatat hadits melakukan penelitian terhadap tulisan yang mereka temukan. Hingga kini, Studi Ilmu Hadits memiliki cabang rusum at tahdits yang menganalisa sistem filologi ilmu hadits sejak abad pertama Hijriyah dan periode berikutnya (Tesis Magister Dr M Luthfi Fathullah di University of Jordan tentang Filologi Hadits).

Karenanya, salah besar, jika menganggap Islam tak memiliki tradisi ilmu filologi. Seolah-olah ilmu ini dikembangkan Barat, khususnya antropolog dan arkeolog Belanda seperti Scouck Hurgronje. Filologi adalah ilmu yang mempelajari tentang naskah, khususnya naskah-naskah kuno. Islam memiliki tradisi ini, tapi tidak menyebut Ilmu Filologi. Hanya Islam yang melahirkan peradaban lengkap dengan ilmu pengetahuan yang melingkuinya.

Manuskrip Ulama Nusantara Dijarah Penjajah

Read More

Copyright © 2015 Herman Khan | Portal Manuskrip Aceh dan Malay | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top